Segeng kami ini ada 3 yang punya anak dan 2 yang single. Malam itu sambil dinner dan minum wine, obrolannya tentang masalah anak-anak. Sampai akhirnya gue bertanya, “Kalo lo bisa milih ibu, lo milih jadi anak siapa di antara kita?” Ternyata kami sendiri ogah jadi anak yang ibunya cerewet dan banyak tuntutan, maka dipilihlah emak yg selow. Tapi ga ada yang milih gue! Jawaban mereka, “Ih, ntar ditinggal mulu traveling! Elo kan ga jelas arah hidupnya! Ogah ah ntar cuman sesekali disayang-sayang, abis itu banyakan dicuekin!” Yang ada kami ngakak nggak berhenti!
Berarti udah bener gue ga mau punya anak. Sahabat-sahabat sendiri aja ogah jadi anak gue!
Betul! Bahkan gue selalu merasa gue itu 27 tahun selamanya! Tapi yang menyebalkan dari menua adalah tubuh sendiri yang satu per satu menyerah. Setahun lebih pandemi ini gue menyadari bahwa rambut mulai beruban dan mata tau-tau tambah bolor kalau baca tulisan kecil.
Dan tahun ini pula gue akhirnya pakai kacamata progresif: minus 6 yang dari dulu nggak naik-naik, ditambah plus 1! Alhasil seminggu pertama kepala gue pusing karena harus menyesuaikan pandangan. Biasanya kalo traveling gue pakai contact lenses sih, tapi berhubung lagi nyaris nggak ke mana-mana ya lama-lama jadi terbiasa. Yang penting frame kacamata kudu kece dan ringan kayak Rayban gue dari Optik Seis ini.
Mana yang tim tuwir juga? Apa perbedaannya yang terasa banget?
Ga kebayang dulu masih muda segeng main dan travelling bareng, sekarang masih ditambah bareng anak-anak! Karena gue single sendiri, ada masanya gue ngangon anak-anaknya @pinkanveronique, bahkan gue jadi godmother-nya. Setelah mereka gedean, gue ngangon anak-anaknya @ci2sri. Setelah anak-anak remaja, keempat anak itu jadi bareng (foto 2), sementara gue dan emak-emaknya (foto 1) ngobrol sampai pagi seperti di Puncak kemarin.
Saya mencintai sahabat saya seperti saya mencintai anak-anak mereka, dan menjadi bibi jauh lebih menyenangkan daripada menjadi orang tua!
Tau kan kenapa? Siapa yang setuju juga?